Sidang Perkara Hasil Perselisihan Pemilihan Umum (PHPU) di Mahkamah Konstitusi (MK). Foto-Istimewa |
SUARAMILENIAL.ID, JAKARTA - Sidang Perkara Hasil Perselisihan Pemilihan Umum (PHPU) di Mahkamah Konstitusi (MK) untuk tahap pembuktian anggota DPR RI, DPD, DPRD Provinsi, Kabupaten/Kota Kalimantan Selatan telah digelar pada Rabu (29/5).
Namun sidang dengan Nomor Perkara 196-01-14-22/PHPU.DPR-DPRD-XXII/2024 itu menjadi sorotan Pemerhati Politik, Abdullah Alatas.
Abdullah seakan meragukan dan mempertanyakan keaslian bukti yang dihadirkan pemohon dalam persidangan.
Ia telah mencermati sidang pembuktian, khususnya pernyataan dari saksi-saksi di lapangan dan saksi ahli pemohon.
Menurutnya, argumentasi mereka belum bisa dinilai valid.
Karena itu, kata dia, sulit untuk dapat membuat yakin hakim terhadap bukti tersebut.
“Saya menilai tidak pada tempatnya, dan terkesan terlalu gegabah bermain hukum pembuktian dengan menggunakan saksi eks Panwascam Kertak Hanyar saudara Abruri Rispandi tanpa validasi data yang bisa diuji kebenarannya. Apalagi sampai membangun narasi tidak tepat dengan judul Penggelembungan Suara dan Pemalsuan Dokumen Untuk Dapil I Kalsel Terbongkar di Sidang MK?” katanya melalui siaran pers tertulis yang diterima SUARAMILENIAL.ID.
Selain itu, menurutnya, keterangan-keterangan saksi pemohon hanya sepihak. Bahkan diragukan. Sebab tidak ada satupun keterangan para pihak lain baik dari Bawaslu dan KPU yang membenarkan keterangan saksi pemohon.
“Tentu, kita tidak boleh gegabah membangun narasi kecurangan tanpa disandingkan data yang asli. Ketika disebutkan oleh saksi pemohon saudara Saidinor, berkenaan adanya penggelembungan suara, walaupun dengan dalil sesuai Penyandingan Data, tapi jika faktanya penyandingan data dan fakta-faktanya tidak lengkap, atau ada bantahan atas fakta di luar yang diajukan saksi lainnya, maka narasi yang dibangun tanpa kelengkapan data yang akurat akan menjadi tidak bisa diterima. Artinya, jika sebatas pengakuan satu pihak, maka pastinya tidak bisa dijadikan fakta hukum selama tidak teruji kebenarannya,” ungkapnya.
Mantan Ketua ICMI ini juga mengatakan bahwa keterangan para saksi yang dihadirkan pihak terkait yaitu para saksi Mandat Partai Demokrat di kecamatan justru mengatakan bahwa tidak ada persoalan apapun para saat rekapitulasi kecamatan.
“Menjadi pertanyaan, apakah benar ada permainan penyesuaian data perolehan suara seperti yang dikemukakan saksi? Lalu, bagaimana penjelasan KPU dan Bawaslu? Bukankah saksi mandat dari Demokrat sendiri dari beberapa kecamatan yang diperselisihkan di sidang sidang MK ini justru menyebutkan dengan terang dan nyata bahwa saat pleno perhitungan di PPK telah berlangsung dengan aman dan tidak ada keberatan?” bebernya.
Sementara itu, Kuasa Hukum termohon (KPU), Pieter Ell mencecar pernyataan kepada saksi ahli pihak pemohon.
Pieter Ell mempertanyakan apakah data C 1 Hasil yang disandingkan itu benar asli/original data C 1 Hasil, ataukah hasil dari fotokopi difotokopi lagi.
"Saksi ahli dari pihak pemohon mengakui jika data itu diperoleh dari pengacara pemohon, dan dari hasil scan," ujarnya.
Selain itu, Bawaslu memberikan keterangan dalam persidangan di MK bahwa tidak ada temuan dan pelanggaran.
"Bahkan laporan dugaan tindak pidana pemilu dengan adanya perselisihan suara akhirnya juga telah diputuskan kurang alat bukti oleh Gakkumdu yang melibatkan kepolisian dan kejaksaan," terang Komisioner Bawaslu Kalsel, Mukhlis.
Di akhir persidangan, Pemohon (Partai Demokrat) mengajukan bukti-bukti baru, namun Majelis Hakim MK menolak untuk mensahkan alat bukti yang diajukan pemohon.
Alasannya karena sudah lewat waktu dan tidak sejalan dengan hukum acara MK.
Reporter : Newswire
Editor : Muhammad Robby